Kasus Perundungan Mahasiswa Unud, Bagaimana Kampus Bisa Lebih Peduli?

Halo, Teman Eksam!

Beberapa waktu terakhir, jagat pendidikan tinggi di Indonesia kembali diguncang kabar duka. Seorang mahasiswa Universitas Udayana (Unud) bernama Timothy Anugrah Saputra (22 tahun) ditemukan meninggal dunia setelah terjatuh dari gedung fakultasnya di Bali. Peristiwa ini bukan hanya menyedihkan, tetapi juga menimbulkan banyak tanda tanya dan keprihatinan mendalam.

Dugaan adanya tindakan perundungan (bullying) di balik tragedi ini membuat publik tersentak. Banyak yang kemudian bertanya-tanya, bagaimana bisa kekerasan seperti itu terjadi di lingkungan akademik yang seharusnya menjadi tempat aman untuk belajar dan bertumbuh?

Kronologi Lengkap Kasus Timothy Anugrah Saputra

1. Identitas dan Latar Belakang

Timothy Anugrah Saputra adalah mahasiswa Semester VII Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Udayana (Unud). Ia dikenal sebagai sosok yang aktif, berprestasi, dan memiliki relasi baik dengan teman-temannya. Beberapa rekannya bahkan menyebut Timothy sebagai pribadi yang cerdas dan berdedikasi tinggi dalam kegiatan akademik maupun organisasi.

Namun, di balik sosoknya yang terlihat kuat dan bersemangat, tidak banyak yang tahu beban dan tekanan yang mungkin sedang ia rasakan. Hingga akhirnya, kabar duka datang pada pertengahan Oktober 2025.

2. Hari Kejadian: Rabu, 15 Oktober 2025

Pagi itu, suasana Kampus Sudirman, Denpasar, seperti biasa berjalan normal. Namun sekitar pukul 09.00 WITA, mahasiswa dikejutkan oleh kabar bahwa seseorang ditemukan terbaring di depan Gedung FISIP. Belakangan diketahui, orang tersebut adalah Timothy.

Menurut keterangan saksi, Timothy sempat terlihat masuk ke lift dengan raut gelisah, lalu meninggalkan sepasang sepatu di kursi panjang di sekitar lokasi. Tak lama kemudian, terdengar suara benturan keras yang membuat mahasiswa sekitar panik dan segera berhamburan ke luar.

Timothy langsung dilarikan ke RSUP Prof. I G. N. G. Ngoerah Denpasar, namun sayang nyawanya tidak tertolong. Ia dinyatakan meninggal dunia pada pukul 13.03 WITA akibat cedera berat di bagian kepala dan tubuh.

3. Munculnya Dugaan Perundungan

Beberapa jam setelah kejadian, media sosial diramaikan oleh tangkapan layar percakapan grup mahasiswa yang diduga berisi candaan dan olok-olokan terhadap korban. Salah satu pesan yang beredar bahkan menuliskan,

“Nanggung banget kalau bunuh diri dari lantai 2 yak.”

Pesan itu menuai kemarahan publik dan menimbulkan dugaan bahwa Timothy mungkin menjadi korban perundungan (bullying) dari lingkungan kampus. Meski begitu, pihak kampus kemudian menegaskan bahwa percakapan tersebut terjadi setelah kejadian, dan tidak menjadi penyebab langsung kematian korban.

Namun, tetap saja, kemunculan pesan-pesan itu menunjukkan adanya krisis empati dan budaya bercanda yang tidak sehat di lingkungan akademik, hal yang tak bisa dianggap sepele.

4. Respons Kampus dan Institusi

Menanggapi tragedi ini, pihak Universitas Udayana bergerak cepat dengan membentuk tim investigasi internal serta melibatkan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) sesuai peraturan Kemendikbudristek.

Setelah penyelidikan, enam mahasiswa yang terlibat dalam percakapan tersebut dikenai sanksi disiplin, mulai dari pengurangan nilai soft-skill hingga pemberhentian tidak dengan hormat dari organisasi mahasiswa (ormawa).

Selain itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Ditjen Dikti turut menyampaikan belasungkawa mendalam, serta menegaskan kembali pentingnya menciptakan kampus yang aman, inklusif, dan bebas dari segala bentuk perundungan.


Pelajaran yang Bisa Diambil Kampus Soal Perundungan Mahasiswa

Teman Eksam, kasus yang menimpa Timothy bukan hanya tentang satu individu, tapi cerminan bahwa sistem perlindungan di kampus masih perlu diperkuat. Dari peristiwa ini, ada beberapa hal penting yang bisa jadi bahan renungan bagi seluruh civitas akademika:

1. Buka Kanal Pengaduan yang Aman & Rahasia

Mahasiswa berhak punya ruang aman untuk bersuara. Kampus perlu menyediakan kanal pengaduan yang mudah diakses, dirancang agar pelapor tidak takut stigma, cibiran, atau pembalasan. Bisa dalam bentuk hotline konseling, formulir digital anonim, atau kotak pengaduan fisik yang benar-benar ditindaklanjuti. Karena sering kali, bukan mahasiswa yang tak ingin bicara tapi mereka tak tahu harus bicara ke siapa.

2. Edukasi tentang Kesehatan Mental dan Etika Kampus

Perundungan tidak selalu dalam bentuk fisik. Kadang, candaan berlebihan, komentar sinis, atau tekanan sosial juga bisa melukai. Kampus perlu memberikan pelatihan dan edukasi rutin tentang kesehatan mental, empati, serta etika berinteraksi. Bukan hanya untuk mahasiswa baru, tapi juga senior, pengurus organisasi, bahkan dosen agar semua pihak memahami cara menciptakan lingkungan yang suportif dan tidak menormalisasi kekerasan verbal.

3. Implementasi Regulasi Secara Nyata

Indonesia sudah memiliki Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 tentang Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) di lingkungan pendidikan tinggi. Namun, regulasi tidak akan berarti tanpa pelaksanaan nyata di lapangan. Kampus harus memastikan satgas ini aktif, responsif, dan transparan, bukan sekadar nama di papan struktur. Perlu ada laporan berkala, evaluasi, dan sanksi tegas bagi pelanggaran agar mahasiswa benar-benar merasa dilindungi.

4. Bangun Budaya Kampus yang Inklusif dan Empatik

Kampus seharusnya jadi tempat tumbuh, bukan tempat takut. Budaya akademik yang sehat bukan hanya soal IPK tinggi, tapi juga rasa saling menghargai dan empati antarindividu. Mahasiswa harus merasa diterima apa adanya, tanpa tekanan untuk selalu terlihat kuat. Kampus bisa memulai dari hal sederhana: mengapresiasi keberagaman, mendorong komunikasi terbuka, dan menumbuhkan solidaritas antarangkatan.

5. Pendampingan Psikologis & Intervensi Cepat

Setiap kampus idealnya punya layanan konseling yang aktif dan mudah dijangkau. Tidak cukup hanya “ada ruang BK” tapi harus ada pendamping psikolog profesional, jadwal konseling rutin, serta prosedur cepat tanggap saat ada laporan tekanan mental atau perilaku menyimpang. Kampus juga bisa menggandeng psikolog eksternal atau lembaga profesional untuk memastikan mahasiswa mendapat bantuan tepat waktu sebelum terlambat.


BACA JUGA: Kenapa Anak Sekolah Sekarang Mudah Stres? Ini Penyebabnya!

FAQ Seputar Perundungan Mahasiswa

1. Apa yang dimaksud dengan perundungan (bullying) di kampus?
Perundungan di kampus adalah bentuk kekerasan atau pelecehan, baik secara fisik, verbal, atau digital yang dilakukan mahasiswa terhadap mahasiswa lain, yang dapat mengganggu kenyamanan belajar.

2. Apakah kampus wajib punya Satgas Pencegahan Kekerasan?
Ya. Berdasarkan regulasi seperti Permendikbudristek no. 55/2024, kampus wajib membentuk Satgas PPK.

3. Apakah percakapan ejekan di grup mahasiswa dianggap bullying?
Ya, bila terbukti berupa pelecehan dan berdampak psikologis. Namun dalam kasus ini, kampus menyebut ejekan tersebut terjadi setelah korban meninggal, sehingga belum bisa dijadikan sebab langsung.

4. Apa yang harus dilakukan jika saya melihat teman jadi korban perundungan?
Teman Eksam, kamu bisa:

  • Dengarkan dan beri dukungan,
  • Dorong untuk melapor ke pihak kampus,
  • Jangan menyebarkan informasi tanpa verifikasi, dan bila perlu bantu akses layanan konseling.

5. Bagaimana kampus bisa memastikan pelaku mendapat sanksi?
Kampus harus menjalankan proses investigasi terbuka, memberi sanksi sesuai regulasi, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada civitas akademika untuk membangun transparansi dan kepercayaan.


Perundungan Mahasiswa Bukanlah Hal Wajar!

Kasus di Universitas Udayana bukan sekadar tragedi seorang mahasiswa, tapi alarm keras bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Ini pengingat bahwa kampus seharusnya bukan ruang yang menakutkan, melainkan tempat di mana setiap mahasiswa merasa aman, diterima, dan dihargai.

Semoga peristiwa ini membuka mata kita semua bahwa tanggung jawab menciptakan lingkungan akademik yang sehat bukan hanya milik kampus, tapi juga kita, para mahasiswa, dosen, dan seluruh komunitas di dalamnya.

“Institusi yang sejati bukan hanya mengajar, tetapi juga menjaga rasa aman bagi mereka yang belajar di dalamnya.”

Leave a Comment