Hubungan Guru dan Murid di Era Digital, Ketika Batas Mulai Menipis dan Otoritas Mulai Diuji

Halo, Teman Eksam!

Zaman dulu, guru dikenal sebagai sosok yang selalu dihormati tanpa banyak pertanyaan. Tapi kini, dinamika itu berubah. Media sosial, kemajuan teknologi, dan pola komunikasi yang makin terbuka membuat hubungan guru dan murid di era digital menjadi semakin kompleks.

Fenomena terbaru memperlihatkan banyak kasus di mana murid melaporkan guru ke pihak sekolah, dinas, bahkan polisi. Sebuah perubahan besar dalam sistem pendidikan kita, yang di satu sisi menandakan keberanian murid, tapi di sisi lain memunculkan kekhawatiran soal hilangnya rasa hormat dan empati. Yuk, kita bahas!

Dunia Digital yang Mengubah Dinamika

Masuknya teknologi ke ruang belajar membawa dampak besar. Kini guru dan murid terhubung lewat WhatsApp group, Google Classroom, atau media sosial. Informasi mudah tersebar, tapi begitu juga dengan emosi dan kesalahpahaman.

Di satu sisi, digitalisasi mempermudah pembelajaran. Namun di sisi lain, menghapus batas profesional yang dulu tegas. Murid bisa dengan mudah menilai, mengkritik, bahkan mengunggah video guru tanpa izin.

Menurut riset UNESCO (2023), lebih dari 60% guru di Asia Tenggara mengaku merasa tekanan psikologis meningkat akibat interaksi daring dengan murid dan orang tua. Mereka khawatir setiap tindakan bisa salah tafsir dan viral.


Fenomena Murid Melaporkan Guru: Antara Kritis dan Krisis

Beberapa tahun terakhir, Indonesia diguncang oleh berbagai kasus murid yang melaporkan guru, sebuah fenomena yang menunjukkan perubahan besar dalam dinamika dunia pendidikan. Misalnya, kasus di Gresik (2024) ketika seorang guru menegur murid yang tidak mengerjakan tugas, namun justru direkam dan dilaporkan ke polisi. Lalu kasus di Jakarta (2023), di mana seorang murid merekam gurunya yang sedang marah di kelas dan mengunggahnya ke TikTok hingga sang guru mendapat sanksi dari pihak sekolah. Sementara itu, di Sidoarjo (2022), potongan video ceramah seorang guru viral tanpa konteks lengkap, memicu hujatan publik dan kesalahpahaman besar.

Fenomena ini menggambarkan dua sisi mata uang: di satu sisi, murid masa kini tumbuh dalam lingkungan yang lebih kritis, terbiasa bersuara, dan memiliki akses luas terhadap media sosial. Mereka tidak segan mengekspresikan ketidaknyamanan terhadap perilaku guru yang dianggap melampaui batas. Namun di sisi lain, keberanian ini kadang berubah menjadi krisis ketika dilakukan tanpa pemahaman utuh, rekaman diunggah tanpa izin, konteks hilang, dan reputasi guru bisa hancur dalam hitungan jam.

Menurut psikolog pendidikan Ratih Ibrahim, fenomena ini muncul karena generasi muda saat ini dibesarkan dalam lingkungan digital yang serba cepat dan terbuka. Mereka cenderung menilai sesuatu dari potongan informasi singkat, bukan dari keseluruhan situasi. Hal ini menimbulkan tantangan baru bagi dunia pendidikan: bagaimana menciptakan ruang yang tetap kritis, namun juga penuh empati dan penghargaan terhadap peran guru.


Menurut Dua Sudut Pandang

Dari Sisi Murid:

  • Murid-murid masa kini tumbuh dalam lingkungan yang menjunjung nilai keterbukaan dan kesetaraan. Mereka tidak lagi melihat guru sebagai sosok yang harus selalu dituruti tanpa pertanyaan, melainkan sebagai rekan belajar yang bisa diajak berdiskusi.
  • Mereka ingin suaranya didengar, baik dalam hal perlakuan di kelas maupun kebijakan sekolah. Bagi banyak murid, melapor atau mengunggah situasi tertentu di media sosial adalah bentuk mencari keadilan, bukan semata-mata pembangkangan.
  • Media sosial memberi ruang “aman” untuk menyuarakan pendapat ketika mereka merasa tidak punya akses langsung untuk bicara kepada pihak sekolah. Sayangnya, tanpa edukasi etika digital yang kuat, ruang aman ini kadang berubah jadi ruang penghakiman publik.

Dari Sisi Guru:

  • Guru kini dituntut untuk selalu profesional, tidak hanya saat mengajar, tetapi juga dalam setiap tindakan yang bisa terekam kamera. Tekanan ini membuat banyak guru merasa was-was dalam berinteraksi dengan murid.
  • Rasa takut salah makin besar karena kesalahan kecil bisa langsung viral dan disorot publik tanpa konteks. Akibatnya, sebagian guru menjadi lebih berhati-hati hingga cenderung menjaga jarak dengan murid.
  • Banyak guru juga merasa kehilangan wibawa dan otoritas, karena batas antara “guru” dan “teman” semakin kabur. Hubungan yang dulu bersifat top-down kini berubah menjadi lebih horizontal.
  • Namun, tanpa pengendalian dan kesadaran bersama, perubahan ini justru bisa menimbulkan krisis saling menghormati, di mana baik guru maupun murid sama-sama merasa tidak dipahami.

Hubungan yang dulu bersifat top-down kini berubah menjadi lebih horizontal. Namun, tanpa pengendalian, perubahan ini bisa menimbulkan krisis saling menghormati.


Antara Disiplin dan Demokrasi

Pendidikan modern menuntut guru untuk tidak hanya mengajar, tetapi juga mendengarkan suara murid. Kini, sekolah bukan lagi ruang satu arah di mana guru berbicara dan murid hanya menerima. Namun, muncul tantangan baru, ketika murid terlalu mudah “melapor” tanpa dialog, nilai disiplin bisa terkikis.

Bukan berarti kebebasan berbicara harus dibatasi, tetapi harus diimbangi dengan tanggung jawab. Kuncinya bukan membungkam suara murid, melainkan mengajarkan mereka cara menyampaikan pendapat secara sehat dan menghormati otoritas yang ada.

Sekolah perlu menciptakan ekosistem komunikasi dua arah, tempat di mana guru merasa dihargai dan murid merasa aman berbicara. Jika hubungan ini bisa terbangun, sekolah akan menjadi ruang tumbuh, bukan arena ketakutan, baik bagi guru maupun murid.


Membangun Hubungan Guru dan Murid yang Sehat di Era Digital

1. Literasi Digital untuk Guru dan Murid

Baik guru maupun murid perlu dibekali pengetahuan tentang etika berkomunikasi di dunia maya. Unggahan di media sosial bukan sekadar ekspresi, tapi juga mencerminkan nilai dan tanggung jawab. Dengan literasi digital, guru bisa lebih bijak merespons, dan murid bisa lebih hati-hati dalam menilai.

2. Pelatihan Empati dan Komunikasi Efektif

Hubungan guru dan murid akan lebih sehat jika keduanya memahami bahasa empati. Guru perlu belajar bagaimana menegur tanpa mempermalukan, sementara murid juga harus belajar menerima kritik sebagai bentuk perhatian. Komunikasi yang baik bukan tentang siapa yang lebih berkuasa, tapi siapa yang lebih memahami.

3. Sistem Pelaporan Internal yang Aman dan Bijak

Sebelum persoalan sekolah viral di media sosial, forum mediasi internal harus tersedia. Sekolah dapat membuat sistem pelaporan aman yang melibatkan guru, murid, dan orang tua. Dengan begitu, masalah bisa diselesaikan lewat dialog, bukan drama publik.

4. Peran Orang Tua dalam Pengawasan Digital

Orang tua berperan penting sebagai penengah yang bijak, bukan penekan. Alih-alih langsung membela atau menyalahkan, orang tua bisa membantu anak memahami konteks. Edukasi karakter sejatinya dimulai dari rumah. Tempat anak belajar cara menghormati, berdiskusi, dan menyelesaikan masalah tanpa amarah.


BACA JUGA: Keracunan Massal dalam Program MBG, Apa yang Harus Orang Tua dan Sekolah Ketahui?

FAQ Seputar Hubungan Guru dan Murid

1. Kenapa murid sekarang lebih sering melaporkan guru?
Karena kesadaran hak dan akses terhadap media sosial meningkat, membuat murid merasa lebih berani bersuara.

2. Apakah guru harus takut dengan fenomena ini?
Tidak, tapi perlu adaptif dan sadar akan perubahan cara berkomunikasi di era digital.

3. Apa dampak positif digitalisasi terhadap hubungan guru dan murid?
Mempercepat komunikasi, memperluas akses belajar, dan menciptakan ruang diskusi yang lebih terbuka.

4. Apa yang bisa dilakukan sekolah untuk menjaga keseimbangan hubungan ini?
Bangun budaya dialog, latih literasi digital, dan hindari pendekatan yang terlalu menghukum di kedua sisi.


Mari Lebih Sadar, Bijak, dan Berempati!

Teman Eksam, hubungan guru dan murid di era digital memang berubah, dan itu nggak selalu buruk.
Tapi perubahan ini menuntut kita semua untuk lebih sadar, bijak, dan berempati.

Guru bukan musuh murid, dan murid bukan ancaman bagi guru. Keduanya sama-sama belajar, bukan hanya soal pelajaran sekolah, tapi juga tentang menjadi manusia yang menghargai satu sama lain di dunia yang makin tanpa batas.

Yuk, temukan lebih banyak panduan praktis untuk belajar, bekerja, dan berkembang bareng Eksam – Teman Belajar Kamu!

Leave a Comment