Halo, Teman Eksam!
Bayangkan anak yang datang sekolah tiap hari, mengikuti pembelajaran di kelas, tapi ketika diuji untuk membaca atau memahami sebuah teks sederhana, banyak siswa yang kesulitan. Ini bukan hanya soal nilai rendah, tapi soal apakah mereka benar-benar belajar.
Saat ini, dunia sedang menghadapi fenomena yang organisasi internasional sebut sebagai “learning poverty”, yaitu banyaknya anak yang tetap hadir di sekolah, namun tidak belajar dasar yang seharusnya. Yuk, kita bahas!
Fakta Tentang Anak Sekolah yang Perlu Kamu Tahu
Masalah literasi dasar masih menjadi tantangan besar di berbagai belahan dunia, terutama di negara berkembang. Menurut laporan yang dikutip oleh Times of India, sekitar 6 dari 10 anak (sekitar 60%) di negara berkembang tidak mampu membaca kalimat sederhana atau melakukan operasi matematika dasar meskipun telah menempuh pendidikan dasar.
Kondisi ini menunjukkan bahwa banyak anak sebenarnya hadir di sekolah, namun tidak mendapatkan hasil belajar yang memadai, fenomena yang oleh para ahli disebut sebagai learning poverty atau kemiskinan belajar.
Data dari World Bank memperkuat temuan tersebut, sekitar 7 dari 10 anak usia 10 tahun di negara berkembang tidak dapat memahami teks sederhana yang mereka baca. Artinya, meski angka partisipasi sekolah meningkat, kualitas pembelajaran belum sepenuhnya efektif.
Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti kurangnya pelatihan guru, metode pembelajaran yang belum adaptif, fasilitas pendidikan yang terbatas, hingga kondisi ekonomi keluarga yang membuat anak sulit fokus belajar. Dalam jangka panjang, kemiskinan belajar ini dapat memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi antar generasi.
Yang lebih menarik, masalah literasi bukan hanya milik negara berkembang. Negara maju seperti Amerika Serikat pun menghadapi tantangan berbeda: bukan pada kemampuan dasar membaca, tetapi pada penurunan motivasi dan minat baca. Banyak remaja dan anak muda di sana lebih tertarik pada konten digital singkat seperti video dan media sosial dibanding buku atau bacaan panjang.
Akibatnya, pemahaman bacaan mendalam (deep reading) ikut menurun, yang berimbas pada kemampuan berpikir kritis. Fenomena ini menjadi pengingat bahwa literasi tidak hanya tentang bisa membaca, tetapi juga tentang memahami, merenungkan, dan menggunakan informasi secara bermakna dalam kehidupan sehari-hari.
Kenapa Hal Ini Bisa Terjadi kepada Anak Sekolah? Beberapa Penyebab Utama
1. Fokus ke Kehadiran, Bukan ke Pembelajaran Efektif
Meski banyak anak hadir di sekolah, pembelajaran belum berhasil memastikan mereka “bisa membaca untuk belajar”. Banyak siswa masih hanya “belajar untuk hadir”.
2. Pandemi dan Gangguan Sekolah
Tutup-buka sekolah selama pandemi meningkatkan kerugian pembelajaran. Akibatnya, banyak siswa kehilangan momentum penting untuk menguasai keterampilan dasar.
3. Ketidakmerataan Akses dan Kualitas Guru
Di banyak daerah, fasilitas pembelajaran, buku-bacaan, guru terlatih masih terbatas. Hal ini membuat siswa di zona tertinggal makin jauh dibanding yang punya akses lebih.
4. Kurikulum dan Metode yang Kurang Sesuai
Sebagian besar sekolah masih mengandalkan metode menghafal atau ceramah, bukan metode yang fokus pada “membaca untuk memahami”, yang sangat dibutuhkan untuk literasi sejati.
Kenapa Ini Penting untuk Kita Bahas?
- Jika kemampuan membaca dasar saja belum solid, maka pelajaran berikutnya akan jadi sangat sulit karena kamu ‘belajar dengan modal rusak’.
- Dunia kerja dan pendidikan masa depan menuntut orang yang “bisa belajar sendiri”, bukan hanya “bisa mengikuti”. Literasi jadi fondasinya.
- Menjadi bagian dari solusi bisa dimulai sekarang, baik sebagai siswa, teman, atau adik tingkat yang mendukung lingkungan belajar.
Apa Yang Bisa Kita Lakukan?
- Pribadi: Sisihkan 10-15 menit sehari untuk membaca teks sulit, jurnal, artikel, dan kemudian tulis ringkasannya. Kebiasaan kecil tapi berdampak besar.
- Sekolah/Komunitas: Dorong adanya program “reading club” atau mentor sebaya yang bantu teman-teman yang tertinggal.
- Orang Tua & Guru: Fokus bukan hanya pada nilai, tapi pada “apakah anak benar-benar memahami”, gunakan soal terbuka, diskusi, dan baca bersama.
- Kebijakan: Harus ada investasi lebih besar untuk guru, buku bacaan bermutu, dan metode pembelajaran yang terbukti secara riset.
FAQ Seputar Anak Sekolah
1. Apakah angka “6 dari 10 anak tak bisa baca” berlaku di Indonesia?
Belum ada angka nasional resmi yang menyebut persis “6 dari 10”. Namun data global menunjuk bahwa Indonesia dan negara sejenis menghadapi tantangan besar dalam literasi dasar.
2. Apakah hanya masalah membaca saja?
Tidak. Banyak disebut “learning poverty”, yang mencakup kesulitan membaca, memahami, dan melakukan matematika dasar.
3. Jika saya siswa yang merasa kemampuan membaca saya lemah, apa yang saya bisa lakukan?
Kamu bisa mulai dengan membaca rutin, mencari bantuan guru atau teman, dan tidak malu bertanya. Konsistensi kecil jauh lebih penting dari upaya besar yang terburu-buru.
4. Apakah teknologi bisa membantu?
Ya, aplikasi, e-book, video pembelajaran bisa bantu. Tapi teknologi tidak menggantikan guru yang membimbing dan metode pembelajaran yang tepat.
5. Apakah krisis ini akan selesai cepat?
Bisa, tapi butuh waktu dan komitmen semua pihak: pemerintah, sekolah, guru, dan kamu sebagai siswa. Dengan langkah yang tepat, tren negatif ini bisa dibalik.
Ingatlah Bahwa Membaca Adalah Jembatan Ilmu!
Teman Eksam, “6 dari 10 anak sekolah tapi tak bisa baca” bukan hanya angka statistik, itu panggilan untuk bertindak. Jangan jadi bagian dari yang hanya hadir di kelas, tapi menjadi yang benar-benar belajar. Mulai dari dirimu, mulai dari sekarang, karena membaca bukan hanya untuk selesai sekolah, tapi untuk menjalani hidup.
Yuk, temukan lebih banyak panduan praktis untuk belajar, bekerja, dan berkembang bareng Eksam – Teman Belajar Kamu!