Gawat! Nilai Matematika TKA 2025 Jeblok, Apa Penyebabnya?

Halo, Teman Eksam!

Beberapa waktu lalu, publik dibuat terkejut oleh pengakuan resmi dari Abdul Mu’ti (Mendikdasmen) bahwa hasil Matematika pada TKA jenjang SMA tahun 2025 ternyata jeblok. Hasil skor ini bukan cuma disebut “mengejutkan” bahkan untuk sekolah‐sekolah di kota besar. Lalu, apa saja yang jadi penyebabnya? Mari kita uraikan.


Penyebab Utama Nilai Matematika TKA 2025 Jeblok

1. Buku Ajar dan Metode Pengajaran yang Kurang Memotivasi

Salah satu penyebab paling menonjol adalah kualitas bahan ajar dan metode pembelajaran yang digunakan di kelas. Mendikdasmen mengungkapkan bahwa banyak buku ajar dan cara mengajar guru masih berfokus pada proses menghafal rumus, bukan pemahaman konsep. Hal ini membuat siswa memang bisa mengerjakan soal bersifat prosedural, tetapi tidak benar-benar memahami “kenapa” sesuatu bisa dihitung seperti itu.

Dampaknya terlihat pada beberapa aspek berikut:

  • Siswa tidak terbiasa berpikir kritis, karena pembelajaran lebih menekankan jawaban benar daripada proses memahami persoalan.
  • Minat belajar rendah, sebab cara pembelajaran kurang membangun rasa penasaran atau relevansi dengan kehidupan nyata.
  • Pembelajaran satu arah, guru cenderung menjelaskan, siswa mencatat, dan latihan dilakukan tanpa proses eksplorasi atau diskusi.
  • Penyelesaian soal menjadi otomatis, bukan berdasarkan pemahaman yang kuat.

Dengan pendekatan seperti ini, ketika soal Ujian TKA 2025 keluar dengan bentuk yang lebih menekankan pemecahan masalah, siswa menjadi tidak siap merespons dengan baik.


2. Budaya Numerasi yang Lemah & Asumsi “Matematika itu Sulit”

Indonesia masih memiliki tantangan dalam membangun budaya numerasi. Banyak siswa, orang tua, hingga sebagian tenaga pendidik menganggap Matematika sebagai pelajaran yang menakutkan, rumit, dan tidak berhubungan langsung dengan kehidupan.

Kondisi ini menyebabkan beberapa masalah besar:

  • Siswa tidak memiliki mindset positif, sehingga sejak awal sudah merasa tidak mampu.
  • Latihan mandiri menjadi minim, karena siswa cepat menyerah ketika menemui soal yang sedikit kompleks.
  • Matematika dianggap tidak penting dalam kehidupan, padahal kurikulum dan TKA modern menuntut kemampuan numerasi dalam konteks sehari-hari.
  • Ketidaksiapan mental saat ujian, karena siswa lebih fokus pada ketakutan daripada strategi menyelesaikan soal.

Ketika TKA 2025 menampilkan soal yang menguji penalaran, interpretasi data, dan penerapan konsep, pola pikir siswa yang belum terbentuk dengan baik membuat hasil yang keluar rendah.


3. Dampak Pandemi dan Implementasi Kurikulum yang Tidak Merata

Pandemi Covid-19 meninggalkan dampak jangka panjang, terutama dalam pelajaran seperti Matematika yang memerlukan interaksi langsung dan latihan intensif. Tidak semua sekolah mampu menyediakan fasilitas pembelajaran daring yang baik, sehingga proses belajar menjadi terhambat.

Selain itu, implementasi kurikulum baru yang lebih berbasis kompetensi belum berjalan merata di seluruh daerah.

Beberapa hal yang terjadi di lapangan antara lain:

  • Ketimpangan fasilitas sekolah, mulai dari akses internet, perangkat belajar, hingga tenaga pendidik yang siap mengadaptasi metode baru.
  • Pembelajaran selama pandemi kurang efektif, khususnya karena banyak siswa tidak mendapatkan bimbingan langsung dalam memahami konsep.
  • Sekolah yang belum siap dengan kurikulum baru, sehingga masih mengajar dengan pendekatan lama sementara soal ujian sudah menuntut kemampuan baru.
  • Guru juga harus beradaptasi cepat, dan tidak semua mendapat pelatihan yang memadai.

Akibatnya, meskipun standar penilaian meningkat, kesiapan pelaksana pendidikan masih tertinggal, terutama di daerah yang memiliki keterbatasan infrastruktur.


Langkah Pemerintah untuk Perbaikan

Melihat kondisi rendahnya nilai Matematika dalam TKA 2025, pemerintah tidak tinggal diam. Berbagai langkah strategis mulai disiapkan untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Fokus utamanya ada pada penguatan kemampuan guru, perbaikan materi ajar, dan penyelarasan evaluasi agar lebih relevan.

Salah satu langkah besar yang diambil adalah pelatihan intensif bagi guru Matematika dan numerasi di seluruh Indonesia. Pemerintah menilai bahwa peningkatan kualitas pengajaran tidak bisa terjadi tanpa peningkatan kualitas tenaga pendidiknya. Melalui pelatihan ini, guru akan didorong untuk lebih memahami metode pembelajaran berbasis konsep. Guru juga dilatih untuk membantu siswa berpikir kritis, memecahkan masalah, dan bukan hanya menghafal rumus.

Selain itu, pemerintah juga mulai mengembangkan buku ajar dan materi pembelajaran Matematika serta STEM dengan pendekatan yang lebih sederhana dan menarik. Buku dan modul yang baru dirancang agar lebih mudah diikuti siswa dari berbagai tingkat kemampuan. Harapannya, siswa bukan hanya memahami Matematika di atas kertas, tetapi merasa bahwa pelajaran ini dekat dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan seperti ini juga diharapkan dapat menumbuhkan rasa suka dan rasa ingin tahu siswa terhadap Matematika.

Langkah berikutnya adalah evaluasi dan revisi format TKA untuk tahun mendatang. Pemerintah menyadari bahwa format ujian perlu sesuai dengan perkembangan siswa dan kemampuan rata-rata di lapangan. Penyesuaian ini bukan berarti menurunkan standar, tetapi memastikan bahwa penilaian lebih adil bagi semua siswa. Dengan evaluasi ini, TKA ke depan diharapkan semakin mampu memetakan kemampuan numerasi siswa secara akurat, tanpa menjadi beban yang tidak sejalan dengan kondisi pembelajaran di sekolah.

Secara keseluruhan, langkah-langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin memperbaiki sistem dari akar masalahnya. Tidak hanya soal nilai ujian, tetapi bagaimana Matematika diajarkan, dipahami, dan diterima oleh siswa di seluruh Indonesia.


BACA JUGA: Wacana 6 Hari Sekolah di Jateng, Ini Risiko & Pro Kontranya!

FAQ Seputar Matematika TKA

1. Apakah semua siswa mengalami penurunan nilai Matematika di TKA 2025?
Tidak seluruh siswa, namun secara nasional angka rata‐rata menunjukkan penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya.

2. Apakah siswa yang nilainya rendah berarti “bodoh”?
Tidak. Pemerintah menyatakan bahwa penurunan bukan karena siswa tidak mampu, melainkan karena metode dan dukungan pembelajaran yang belum maksimal.

3. Apa yang bisa dilakukan siswa agar nilai Matematika mereka membaik?
Teman Eksam bisa mulai dengan: memperkuat konsep daripada hanya hafalan, mencari guru atau tutor yang membahas Matematika dengan cara menarik, latihan soal berbasis penalaran, dan ikut komunitas belajar.

4. Apakah langkah pemerintah akan langsung memperbaiki kondisi?
Upaya telah dimulai, namun perubahan membutuhkan waktu dan kerja bersama antara guru, sekolah, siswa, serta orang tua agar hasil nyata muncul di tahun‐tahun mendatang.

5. Mengapa numerasi penting untuk masa depan?
Karena banyak bidang pekerjaan masa depan membutuhkan kemampuan berpikir logis, memahami data, angka, dan teknologi — yang semua itu bagian dari numerasi.


Mari Berjuang Bersama Demi Pendidikan!

Skor Matematika TKA 2025 yang anjlok bukan sekadar “masalah angka.” Ini alarm serius bagi sistem pendidikan kita. Penyebabnya ada pada buku dan metode pengajaran, budaya numerasi yang lemah, serta dampak pandemi dan implementasi kurikulum.

Teman Eksam, penting memahami bahwa tantangan ini bukan hanya untuk pemerintah saja. Kita juga bisa mulai dari diri sendiri: meningkatkan minat dan kemampuan Matematika, serta memakai metode belajar yang relevan. Kalau generasi kita tidak kuat dalam numerasi, maka persaingan global akan terasa semakin berat.

Yuk, temukan lebih banyak panduan praktis untuk belajar, bekerja, dan berkembang bareng Eksam – Teman Belajar Kamu!

Leave a Comment