Mengapa Bencana di Sumut Belum Ditetapkan Sebagai Bencana Nasional, Meski Korban & Kerugiannya Makin Parah

Halo, Teman Eksam!

Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda beberapa wilayah di Sumut akhir November 2025 membawa duka mendalam bagi banyak keluarga. Ratusan jiwa hilang, ribuan rumah rusak, jalan dan akses layanan publik terputus kondisi yang tampak krisis dan darurat.

Namun yang mengejutkan banyak pihak: hingga saat ini pemerintah pusat belum menetapkan peristiwa ini sebagai “bencana nasional”. Keputusan ini memicu pertanyaan dan kritik dari masyarakat yang mendesak agar status nasional segera diberikan agar bantuan, pendanaan, dan pemulihan bisa lebih cepat dan masif.


Data Terbaru dari Lapangan Tentang Kondisi Korban dan Kerusakan dari Bencana di Sumut

  • Per 28 November 2025, data resmi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut bahwa di Provinsi Sumut terdapat 116 orang meninggal dunia akibat banjir dan longsor, serta 42 orang hilang.
  • Lokasi terdampak meliputi beberapa kabupaten/kota seperti Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Sibolga, Humbang Hasundutan, dan lainnya.
  • Dampak meluas: ribuan warga mengungsi, rumah terendam atau runtuh, akses jalan dan fasilitas publik terputus, layanan dasar terganggu. Sektor ekonomi lokal, pertanian, perdagangan kecil dan rumah tangga juga banyak terdampak. Laporan-laporan kerap menyebut “kerusakan parah” di banyak titik.

Angka korban dan kerusakan ini menandakan bahwa bencana yang terjadi tidak bisa dianggap ringan, dan meminta respons cepat dan perhatian serius dari pusat maupun masyarakat luas.


Kenapa Pemerintah Belum Menetapkan Status “Bencana Nasional”?

Menurut penjelasan resmi BNPB, keputusan untuk menetapkan status bencana nasional tidak semata-mata didasarkan pada jumlah korban atau luas wilayah yang terdampak. Berikut beberapa kriteria yang dijadikan acuan:

  • Skala kerusakan absolut dan apakah infrastruktur pemerintahan serta layanan publik lumpuh total.
  • Kemampuan pemerintah daerah dalam koordinasi, penanganan darurat, dan distribusi bantuan jika daerah masih sanggup mengelola krisis, status nasional dianggap belum diperlukan.
  • Sejarah penetapan bencana nasional yang sangat selektif, sehingga pemerintah hanya menaikkan status tersebut ketika dampak benar-benar ekstrem hingga mengganggu sendi pemerintahan nasional atau suplai vital negara.

Dalam pandangan BNPB, kondisi di Sumut dan wilayah terdampak lain meskipun parah, masih berada pada tingkat yang bisa dikelola daerah dan bantuan pusat secara normal sehingga belum memenuhi kriteria “bencana nasional”.


Reaksi Publik & Desakan untuk Status Nasional Bencana di Sumut

Keputusan tersebut menuai banyak kritik dan desakan dari masyarakat, aktivis, dan sebagian anggota legislatif. Beberapa poin yang menjadi sorotan:

  • Mayoritas warga merasa korban dan dampak cukup besar untuk membutuhkan perhatian nasional, terutama korban meninggal, pengungsi, dan kerusakan infrastruktur besar.
  • Kekhawatiran bahwa tanpa status nasional, bantuan dan pemulihan akan lambat, distribusi tidak merata, serta beban ditanggung warga lokal tanpa dukungan memadai.
  • Permintaan agar penilaian dilakukan ulang dengan mempertimbangkan skala korban dan kebutuhan pemulihan, bukan hanya parameter struktural atau administratif.

Menurut beberapa anggota DPR, penetapan status nasional akan mempercepat bantuan, rehabilitasi, dan koordinasi lintas lembaga.


Risiko Jika Status Nasional Tak Diberikan

Jika status bencana nasional tidak dikabulkan, ada beberapa konsekuensi nyata:

  • Dana bantuan dan rehabilitasi bisa terbatas, tergantung anggaran daerah dan bantuan ad-hoc, bukan dari skema nasional besar.
  • Warga pengungsi dan korban risiko tertinggal, terutama jika wilayah terdampak sulit dijangkau atau luput dari perhatian media.
  • Pemulihan infrastruktur, akses kesehatan, pendidikan, dan layanan dasar akan berjalan lambat yang bisa memperburuk penderitaan korban.
  • Ketidakpastian hukum dan administratif, seperti klaim asuransi, ganti rugi, dan bantuan jangka panjang bisa rumit tanpa status resmi.

BACA JUGA: Tragedi Pesantren Sidoarjo, Pelajaran Penting Soal Izin Bangunan Sekolah

Apa yang Bisa Dilakukan Masyarakat Sekarang untuk Bencana di Sumut?

Sebagai masyarakat dan warga negara, ada beberapa langkah penting yang bisa kita dukung:

  1. Dorong transparansi data korban dan kerusakan. Pemerintah dan media harus terbuka agar potret bencana terlihat jelas agar penanganan dan bantuan tidak diam-diam dikurangi.
  2. Dukung penyintas melalui donasi, relawan, atau advokasi. Baik logistik, bantuan medis, maupun rehabilitasi, supaya masyarakat bisa membantu mempercepat pemulihan.
  3. Tekan lembaga terkait agar evaluasi ulang dilakukan, desakan agar status nasional dipertimbangkan ulang, mengingat skala korban dan kerusakan.
  4. Gerakkan solidaritas lintas wilayah. Warga di luar Sumut bisa ikut membantu penyintas melalui organisasi kemanusiaan terpercaya.
  5. Dorong mitigasi jangka panjang. Setelah tanggap darurat, penting juga perbaikan tata kelola lingkungan, pengendalian DAS, serta kebijakan pencegahan bencana agar tragedi seperti ini tidak terus berulang.

Menuntut Transparansi & Solidaritas

Bencana alam yang terjadi di Sumut akhir November 2025 adalah tragedi besar. Ratusan korban jiwa, ribuan terdampak, dan kerusakan infrastruktur masif. Meskipun demikian, pemerintah pusat hingga kini belum menetapkan status “bencana nasional” dengan alasan bahwa dampak masih dalam batas penanganan daerah.

Namun bagi warga, korban, dan banyak pihak lain, keputusan itu terasa mengecewakan. Karena bagi mereka, nyawa yang hilang, rumah yang rusak, dan hidup yang hancur, tidak mengenal batas administratif. Teman Eksam, artikel ini bukan hanya soal kritik tetapi ajakan untuk solidaritas, transparansi, dan advokasi keadilan untuk korban. Karena ketika korban banyak, perhatian dan respons harus lebih besar juga.

Yuk, temukan lebih banyak panduan praktis untuk belajar, bekerja, dan berkembang bareng Eksam – Teman Belajar Kamu!

Leave a Comment