Halo, Teman Eksam!
Pada akhir September 2025, sebuah musala di pondok pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, runtuh saat para santri menunaikan salat Ashar. Insiden tragis itu menewaskan puluhan orang dan melukai banyak lainnya, sekaligus membuka sorotan tajam terhadap aspek legalitas dan keamanan bangunan sekolah, terutama di lingkungan pendidikan keagamaan.
Artikel ini akan mengulas kronologi kejadiannya, faktor penyebab, serta pelajaran penting mengenai perizinan dan standar konstruksi agar tragedi serupa tidak terulang. Yuk, simak sampai akhir!
Kronologi & Fakta Tragedi
Pada 29 September 2025, tragedi memilukan terjadi di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Ketika santri tengah melaksanakan salat Ashar di musala yang sedang diperluas, bagian bangunan ambruk secara tiba-tiba.
Menurut laporan resmi dan media, runtuhnya bangunan terjadi saat pengecoran lantai tambahan sedang berlangsung. Lantai yang baru dicor ternyata memberi beban tambahan yang tidak bisa ditopang oleh struktur dasar yang ada, sehingga terjadi kegagalan struktural.
Korban jiwa terus bertambah seiring proses evakuasi. Berdasarkan data terkini, jumlah korban tewas telah mencapai 52 orang (termasuk bagian tubuh) dari total ratusan santri yang tertimbun. Pemerintah dan aparat SAR pun merespons dengan memperintahkan pendataan seluruh pondok pesantren agar keamanan bangunannya bisa segera diperiksa.
Penyidikan awal menyebut bahwa proyek perluasan tersebut dilakukan tanpa izin resmi dan tanpa pengawasan teknis yang memadai. Hal ini memunculkan dugaan kelalaian administratif maupun konstruksi.
Izin & Konstruksi yang Abai
Tragedi ini bukan sekadar kecelakaan alam, justru ada beberapa faktor teknis dan administratif yang menunjukkan kegagalan sistem.
1. Pembangunan Tanpa Izin Formal
Meskipun aturan mewajibkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) atau izin konstruksi, dalam kasus ini perluasan bangunan dilakukan tanpa pengajuan izin yang sah. Pengabaian lisensi semacam ini menjadi titik rawan yang utama dalam kasus tersebut.
2. Struktur Lama Tidak dirancang menunjang beban tambahan
Bangunan awal dari musala atau ruangan ibadah tersebut tidak dirancang untuk menahan beban lantai ekstra. Saat beton pencor lantai tambahan ditekan, pondasi dan kolom lama tak mampu menahan beban ekstra, sehingga menghasilkan keruntuhan yang masif.
3. minimnya pengawasan teknis & peran instansi
Kurangnya pengujian dari insinyur sipil atau pengawasan dari instansi pemerintah setempat memperburuk kondisi. Tanpa audit teknis berkala, lembaga seperti pesantren yang melakukan renovasi sering lepas dari pengawasan keselamatan.
4. pengecoran saat bangunan masih digunakan
Yang makin memperparah situasi: meskipun konstruksi belum tuntas, bangunan tetap digunakan untuk aktivitas ibadah. Ini berarti bangunan menanggung beban kegiatan rutin sambil ditambahkan beban dari pengecoran, merupakan kombinasi yang sangat berbahaya.
Pelajaran Penting & Rekomendasi untuk Mencegah Ulang
Tragedi ini harus dijadikan momentum perbaikan, bukan hanya berduka, tapi juga menerapkan langkah konkret untuk mencegah kejadian serupa.
1. Kepatuhan Terhadap Izin Bangunan (IMB/PBG/Izin Kontruksi)
Setiap institusi pendidikan atau keagamaan wajib mematuhi regulasi izin bangunan. Tanpa izin resmi, renovasi atau penambahan struktur menjadi sangat berisiko.
2. Audit Teknis dan inspeksi berkala oleh ahli struktural
Bangunan lama atau yang diperluas sebaiknya diperiksa secara rutin oleh insinyur sipil untuk memastikan kondisi fondasi dan kolom masih aman dan mampu menahan beban tambahan
3. Standar kontruksi & bahan bangunan berkualitas
Pemakaian material sesuai standar mutu (beton bertulang, baja yang sesuai desain, kolom & pondasi yang cukup) tidak bisa ditawar. Penggunaan bahan murah demi efisiensi biaya justru bisa mencelakai banyak orang.
4. Manajemen transparansi & keterbukaan pada stakeholder
Pihak pengelola pesantren atau sekolah sebaiknya terbuka mengenai perizinan, metode konstruksi, dan laporan pengawasan teknis kepada orang tua santri dan masyarakat sekitar. Ini penting agar kepercayaan bisa terjaga.
5. Peran aktif pemerintah daerah & pengawasan kontruksi institusi keagamaan
Pemerintah harus memperketat regulasi dan pengawasan terhadap konstruksi lembaga keagamaan yang berkembang pesat. Audit mendadak, kartu izin bangunan, dan sanksi tegas bagi pelanggar sangat dibutuhkan.
6. Keterlibatan Konsultan struktur dalam ekspansi
Setiap rencana perluasan harus diawali perencanaan struktural oleh tenaga profesional. Konsultan teknik bisa menghitung beban maksimal, membuat desain penunjang, dan memastikan integrasi struktur lama dan baru berjalan aman.
BACA JUGA: Pentingnya Asuransi untuk Generasi Muda, Perlukah?
Izin Bangunan Bukan Sekadar Formalitas
Tragedi ambruknya pondok pesantren di Sidoarjo menjadi alarm keras bagi seluruh elemen yang berkecimpung dalam pendidikan keagamaan dan pembangunan infrastruktur, izin bangunan bukan sekadar formalitas, tetapi urat nadi keselamatan.
Kejadian ini mengingatkan bahwa amal dan niat baik dalam mendirikan sarana pendidikan harus dibarengi tanggung jawab teknis dan administratif. Semoga tragedi ini menjadi titik balik agar institusi-institusi pendidikan memperhatikan aspek izin dan struktur bangunan demi keselamatan santri dan generasi masa depan.
Yuk, temukan lebih banyak panduan praktis untuk belajar, bekerja, dan berkembang bareng Eksam – Teman Belajar Kamu!